Kisah Mbok Yem: Tetap Melayani Pendaki Gunung Lawu Meski Menahan Sakit
Di tengah dinginnya udara dan beratnya medan Gunung Lawu, ada satu sosok yang selalu dirindukan para pendaki: Mbok Yem. Perempuan lansia yang tinggal di warung sederhana di dekat puncak gunung itu tak pernah absen menyajikan makanan hangat bagi siapa pun yang singgah—meskipun harus menahan rasa sakit di tubuhnya.

Ikon Gunung Lawu
Mbok Yem telah lebih dari dua dekade tinggal dan membuka warung di kawasan Hargo Dalem, sekitar 3.000 meter di atas permukaan laut. Di usianya yang sudah sepuh, ia menjadi semacam “penjaga” tak resmi puncak Gunung Lawu. Para pendaki mengenalnya bukan hanya karena nasi pecel dan teh hangat buatannya, tetapi juga karena keramahan dan semangatnya yang luar biasa.
“Mbok Yem itu semangatnya luar biasa. Setiap kali naik Lawu, rasanya kurang kalau belum mampir ke warungnya,” ujar Dito, seorang pendaki asal Yogyakarta.
Melawan Sakit, Demi Mengabdi
Beberapa waktu terakhir, kondisi kesehatan Mbok Yem menurun. Ia mengaku sering merasa nyeri di bagian punggung dan kaki. Namun, hal itu tak menyurutkan tekadnya untuk tetap bangun pagi, memasak, dan menyambut para pendaki yang singgah.
“Saya memang sakit, tapi selama tangan masih bisa masak dan kaki masih bisa jalan, saya ingin tetap di sini,” kata Mbok Yem lirih, sambil tersenyum.
Dedikasinya ini membuat banyak pendaki terharu. Tak sedikit yang menawarkan bantuan, mulai dari mengantarkan logistik hingga membawakan obat-obatan saat mereka naik gunung.
Sosok Inspiratif di Tengah Alam
Mbok Yem bukan hanya penjaja makanan. Ia adalah simbol ketangguhan, pengabdian, dan kehangatan di tengah alam liar. Banyak pendaki yang mengaku terinspirasi dari semangatnya yang tak kenal lelah, bahkan di usia lanjut dan kondisi kesehatan yang tidak lagi prima.
Kini, banyak komunitas pendaki mulai menggalang donasi dan menyuarakan pentingnya perhatian lebih terhadap sosok seperti Mbok Yem—orang-orang sederhana yang memberi makna besar dalam perjalanan mendaki gunung.