KPAI Tanggapi Pernyataan Gibran: UU Perlindungan Anak Jangan Jadi Alat untuk Menyerang Guru
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan tanggapan atas pernyataan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang mengingatkan agar Undang-Undang Perlindungan Anak tidak disalahgunakan untuk menyerang guru. Pernyataan Gibran ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran di kalangan guru bahwa perlindungan terhadap anak terkadang dianggap menghalangi upaya mendidik dengan disiplin. Gibran menegaskan pentingnya melindungi hak anak tanpa mengabaikan peran, kewibawaan, dan martabat guru dalam proses pendidikan.
Gibran: UU Perlindungan Anak Harus Berimbang
Gibran Rakabuming menyampaikan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak bertujuan untuk memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap anak, namun bukan berarti guru kehilangan ruang untuk mendidik dengan tegas. Ia mengingatkan bahwa guru juga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai disiplin dan karakter pada siswa. Oleh karena itu, Gibran berharap agar UU Perlindungan Anak diterapkan dengan bijak, sehingga tidak dijadikan alat yang menekan atau mengurangi otoritas guru di kelas.
Menurut Gibran, jika undang-undang tersebut dipahami secara seimbang, maka dapat tercipta sinergi antara perlindungan anak dan kewibawaan guru. “Saya sangat mendukung perlindungan terhadap anak, tapi kita juga harus menjaga martabat dan peran guru sebagai pendidik yang harus dihormati,” ujar Gibran.
Tanggapan KPAI: UU Perlindungan Anak untuk Keseimbangan Pendidikan
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPAI menyatakan bahwa undang-undang ini memang dirancang untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman bagi anak, namun tidak bertujuan untuk membatasi atau merugikan peran guru. KPAI menegaskan bahwa penerapan undang-undang harus mengedepankan keseimbangan antara hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan hak guru untuk menjalankan tugas mendidik dengan baik.
KPAI juga memahami bahwa beberapa pihak mungkin merasa khawatir mengenai penerapan undang-undang ini yang bisa disalahgunakan, namun menegaskan bahwa pendidikan yang optimal hanya dapat tercapai bila guru dan anak merasa aman dan nyaman. Ketua KPAI menekankan bahwa undang-undang harus dipahami dengan pendekatan kolaboratif antara sekolah, guru, dan orang tua.
“Kami mengimbau masyarakat untuk melihat Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik, bukan sebagai alat untuk merugikan profesi guru,” kata Ketua KPAI.
Pentingnya Pemahaman yang Seimbang di Sekolah
Dalam hal ini, KPAI juga menekankan pentingnya pendidikan dan pemahaman yang seimbang tentang hak dan tanggung jawab antara anak, guru, dan orang tua. Guru diharapkan tetap menjalankan perannya sebagai pendidik, sementara hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang ramah dan aman harus tetap terjamin. Dialog antara pihak sekolah dan orang tua dianggap menjadi salah satu cara terbaik untuk mencegah kesalahpahaman mengenai penerapan undang-undang ini.
Di sisi lain, KPAI mengingatkan bahwa kasus-kasus disiplin anak di sekolah hendaknya diselesaikan dengan komunikasi yang terbuka antara pihak sekolah dan keluarga. Dengan cara ini, undang-undang dapat berjalan sesuai dengan tujuan utamanya—yakni melindungi hak anak tanpa menurunkan wibawa guru dan perannya dalam pendidikan.
Harapan KPAI untuk Kolaborasi dalam Pendidikan
KPAI berharap agar pernyataan Gibran ini bisa menjadi dorongan bagi semua pihak untuk lebih memahami pentingnya peran guru serta hak-hak anak dalam lingkungan pendidikan. Pendidikan yang baik dan berkualitas hanya dapat tercapai melalui kerja sama antara guru, orang tua, dan anak-anak itu sendiri. Dengan adanya komunikasi yang baik, undang-undang ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Kesimpulan
Pernyataan Gibran Rakabuming dan tanggapan KPAI menyoroti pentingnya penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan pendekatan yang seimbang. KPAI mengingatkan bahwa undang-undang ini harus melindungi anak sekaligus memberikan ruang bagi guru untuk mendidik dengan kewibawaan yang tetap dihormati. Dengan demikian, tercipta lingkungan pendidikan yang harmonis, aman, dan mendukung bagi semua pihak.