Jakarta-Indonesia Lembaga (PPATK) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan telah melakukan penghentian sementara semua proses transaksi di 141 CIF pada semua bank yang terhubung dengan rekening bank yang dimiliki oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT), dimana totalnya adalah lebih dari 300 nomor rekening. Jumlah itu tersebar disemua 41 penyedia jasa keuangan (PJK). Dimana untuk sebelumnya, pihak PPATK baru saja membekukan 60 rekening terkait Aksi Cepat Tanggap (ACT) tersebut.
Pihak (PPATK) “Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengakui bahwa pihaknya telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT),” jelas Kepala PPATK, Bapak Ivan Yustiavandana, didalam keterangan persnya, pada hari ini Kamis (7 Juli 2022).
Menurut pihak PPATK, bahwa penghimpunan dan penyaluran bantuan tersebut haruslah dikelola dan dilakukan secara akuntabel yang disertai dengan memitigasi segala risiko dari berbagai aspek, baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan.
“Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 s.d. Juli 2022 disemua rekening yang terkait Aksi Cepat Tanggap (ACT), diketahui terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64.946.453.924,- dan dana keluar dari Indonesia sebesar total Rp 52.947.467.313,” beber bapak Ivan Yustiavandana,
Salah satu respons dari pihak PPATK atas hasil penilaian dari risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, dan teridentifikasinya bahwa beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme, pemerintah telah mengeluarkan atau menetapkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary) serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut.
Pihak “PPATK juga mengharapkan agar berbagai pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tidak resisten untuk memberikan ruang bagi pengawasan oleh pemerintah karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara,” kata Bapak Ivan Yustiavandana.
PPATK juga menyatakan berkomitmen dalam bekerja sama dengan berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (Apgakum) dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini.
Bapak Ivan juga mengimbau kepada semua masyarakat terutama para penyumbang / donatur, dapat lebih berhati-hati lagi karena sangat mungkin sumbangan yang disampaikan dapat disalahgunakan oleh oknum untuk tujuan yang tidak baik, jelasnya.
“Beberapa modus lain yang pernah ditemukan oleh pihak PPATK diantaranya adalah penghimpunan sumbangan melalui kotak amal yang terletak di kasir toko perbelanjaan, yang identitasnya kurang jelas dan belum dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya,” beber Bapak Ivan.
Bapak Ivan juga menyatakan, dalam menyumbang dan berbagi memang dianjurkan oleh seluruh ajaran agama. Akan tetapi para donatur hendaknya juga waspada dalam memilih ke mana atau melalui lembaga apa sumbangan itu akan disalurkan.
Dengan adanya kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) ini, hendaknya “Beberapa hal yang harus diperhatikan masyarakat jika ingin melakukan donasi baik online maupun secara langsung adalah mengenal lembaga atau komunitas yang melakukan penggalangan dana dan donasi. Masyarakat dapat melihat kredibilitas lembaga atau komunitas melalui database Kementerian Sosial, apakah telah terdaftar atau tidak, serta siapa saja nama pengelolanya,” ujar Bapak Ivan Yustiavandana mewakili Lembaga (PPATK) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini.
sumber : detik